Minggu, 18 September 2011

PEMBELAJARAN MENULIS SEBAGAI MEDIA PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA

PEMBELAJARAN MENULIS
SEBAGAI MEDIA PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA
oleh Bohri Rahman
Abstract
What is that character? What it is with character education? And how to shape the character? when we are dealing with ourselves as educators,'s more language educators. character is the sum of all the qualities That make you who you are. It's your values, your thoughts, your words, your actions. Meanwhile, character education can be directed toto the 9 ( nine)pillar -crochethooks each, namely :responsibility, respect, fairness, courage ,honesty, citizenship, self-discipline, caring, perseverance. So how about learning to write can be the media the formation of character? Writing is a creative process that can stimulate and develop the attitudes (character) as expected by the nation, with practice writing, students will practice honest with what he thought and he wrote. How students will write mengajarkn justice, how fortitude, self-control, love, positive attitude, hard work, integrity, gratitude and humility.
***
Simak
Baca secara fonetik

Kamus - Lihat kamus yang lebih detail

Menerjemahkan lebih dari 50 bahasa

Lakukan banyak hal dengan Google Terjemahan

Apakah itu karakter? Apa pula dengan pendidikan karakter? Serta bagaimana membentuk karakter? ketika kita berhadapan dengan diri kita sebagai pendidik, Lebih-lebih lagi pendidik Bahasa. Karakter adalah keseluruhan nilai-nilai, pemikiran, perkataan, dan perilaku atau perbuatan yang telah membentuk diri seseorang. Sementara, pendidikan karakter dapat diarahkan pada  9 (sembilan) pilar yang saling kait-mengait, yaitu: tanggung jawab, menghormati, keadilan, keberanian, kejujuran, kewarganegaraan, disiplin diri, peduli, ketekunan.SimakBaca secara fonetikKamus - Lihat kamus yang lebih detail. Lantas bagaimana pembelajaran menulis dapat menjadi media pembentukan karakter? Menulis, merupakan sebuah proses kreatif yang dapat merangsang dan mengembangkan sikap-sikap (karakter) seperti yang diharapkan oleh bangsa, dengan berlatih menulis, siswa akan berlatih jujur terhadap apa yang ia pikirkan dan ia tuliskan. Menulis akan mengajarkan siswa bagaimna keadilan, bagaimana ketabahan, pengendalian diri, cinta, sikap positif, kerja keras, integritas, syukur dan rendah hati.

I.         Pendahuluan.
Ilmu-ilmu yang diajarkan di sini,
akan menjadi alat pembebasan,
ataukah alat penindasan ?
(WS Rendra, dalam Puisi Sebatang Lisong)
Istilah karakter bukanlah suatu yang baru bagi kita. Ir. Soekarno, salah seorang pendiri Republik Indonesia yang kita cintai ini, telah menyatakan tentang pentingnya “nation and character building” bagi negara yang baru merdeka yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah negara dan bangsa kita melalui masa-masa yang panjang, sampai akhirnya memperingati hari ulang tahun kemerdekaan yang ke-65, istilah karakter seakan telah hidup kembali, ketika Mendiknas Mohammad Nuh meluncurkan tema penting “Pendidikan Karakter untuk Membangun Keberadaban Bangsa” pada acara peringatan Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei 2010.
Banyak aspek yang perlu kita kaji dan fahami kembali secara mendalam terkait dengan tema tersebut. Apakah itu karakter? Apa pula dengan pendidikan karakter? Serta bagaimana membentuk karakter? ketika kita berhadapan dengan diri kita sebagai pendidik, Lebih-lebih lagi pendidik Bahasa. Tulisan ini akan mencoba menjawab dan menawarkan sebuah alternatif pembentukan karakter siswa melalui pembelajaran menulis.
Sebagai mana kita mengetahui, bahwa menulis atau budaya menulis merupakan budaya sebuah bangsa yang memiliki keperibadian dan berkemajuan, sementara kita ketahui pula, bagaimana kita sangat jauh dari budaya menulis tersebut. Pada kenyataannya, generasi kita lebih banyak membuang-buang waktunya untuk hal-hal yang tidak penting, daripada melakukan apa yang bermanfaat untuk kehidupannya dikemudian hari. Padahal dengan sangat jelas dalam Undang-Undang no. 20 tahun 2003, dinyatakan “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Adanya kata-kata “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak” sebenarnya memberika arah pada pendidikan kita agar siswa memiliki kemampuan dan mengembangkan kemampuan yang diperolehnya dari proses pendidikan yang ditempuhnya. Dengan demikian, dengan adanya kemapuan tersebut maka ia akan memiliki watak atau karakter  yang menunjang dan ditunjang oleh kemampuannya itu.
Dengan kata lain, proses pendidikan kita saat ini kerap kali tidak menyentuh pengembangan kemampuan pembelajar, sehingga apa yang dimiliki sebelum dan sesudah mengalami proses pendidikan tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini akan mengakibatkan terganggunya pembentukan watak positif pembelajar dan bahkan bisa memjerumuskan pembelajar pada watak yang negatif, akibat kegagalan dalam menjawab masalah-masalah dalam kehidupan.
II.      Pembelajaran Menulis sebagai Media Pembentukan Karakter Siswa.
A.     Pembelajaran menulis
Berangkat dari fenomena yang kerap kali terjadi di sekolah. Bahwa pembelajaran sering dientengkan oleh guru maupun siswa, tidak terkecuali pembelajaran menulis pada pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Seringkali kita melihat proses pembelajaran hanya sekedar proses mengerjakan lembar kerja siswa, atau mungkin sekadar pemberian tugas mengarang bebas, yang entah, apakah itu dievaluasi atau tidak. Sadarkah kita selama ini, bahwa sesungguhnya pembelajaran menulis sesungguhnya adalah proses yang sangat penting bagi pengembangan kemampuan siswa?
Pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperanan terhadap rangkaian kejadian internal yang berlangsung di dalam peserta didik. Pengaturan peristiwa pembelajaran dilakukan secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan membuat berhasil guna. Oleh karena itu, pembelajaran perlu dirancang, ditetapkan tujuannya sebelum dilaksanakan, dan dikendalikan pelaksanaannya (Depdiknas, 2008). Guru adalah manajer di dalam organisasi kelas. Sebagai seorang manajer, aktivitas guru mencakup kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan menilai hasil pembelajaran yang dikelolanya.
Sementara itu, Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menurut Rusyana (1988:191) menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan atau pesan. Menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca (Tarigan, 1984:21). Kedua pendapat tersebut sama-sama mengacu kepada menulis sebagai proses melambangkan bunyi-bunyi ujaran berdasarkan aturan-aturan tertentu. Artinya, segala ide, pikiran, dan gagasan yang ada pada penulis disampaikan dengan cara menggunakan lambang-lambang bahasa yang terpola. Melalui lambang-lambang tersebutlah pembaca dapat memahami apa yang dikomunikasikan penulis.
Sebagai bagian dari kegiatan berbahasa, menulis berkaitan erat dengan aktivitas berpikir. Keduanya saling melengkapi. Costa (1985:103) seperti yang dikutip http://aldonsamosir.wordpress.com/menulis/. mengemukakan bahwa menulis dan berpikir merupakan dua kegiatan yang dilakukan secara bersama dan berulang-ulang. Tulisan adalah wadah yang sekaligus merupakan hasil pemikiran. Melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengkomunikasikan pikirannya. Dan, melalui kegiatan berpikir, penulis dapat meningkatkan kemampuannya dalam menulis.

B.      Karakter dan Gambaran Karakter siswa
Dalam tulisan bertajuk “Urgensi Pendidikan Karakter” di laman resmi Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Suyanto, Ph. D menjelaskan bahwa “karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat”. (http:// www. mandikasmen.go.id).  Pengertian ini senada dengan pengertian dari sumber lain yang menyatakan bahwa “character is the sum of all the qualities that make you who you are. It’s your values, your thoughts, your words, your actions” (www.educationplanner.org). Karakter adalah keseluruhan nilai-nilai, pemikiran, perkataan, dan perilaku atau perbuatan yang telah membentuk diri seseorang.
Dengan demikian, karakter dapat disebut sebagai jatidiri seseorang yang telah terbentuk dalam proses kehidupan oleh sejumlah nilai-nilai etis dimilikinya, berupa pola pikir, sikap, dan perilakunya. Para pakar pendidikan (Aswandi,2010:18) mengelompokkan karakter kedalam sembila pilar, yakni (1) cinta Tuhan dan ciptaannya; (2) kemandirian dan tanggung jawab; (3) kejujuran, amanah dan bijaksana; (4) hormat dan santun; (5) dermawan, suka menolong dan bergotong-royong; (6) percaya diri, kreatif dan bekerja keras; (7) kepemimpinan dan keadilan; (8) baik dan rendah hati; dan (9) toleransi, kedamaian dan kesantunan.
Menurut Thomas Lickona ada 7 (tujuh) unsur-unsur karakter esensial yang harus ditanamkan kepada peserta didik, seperti yang dikutip Suparlan (http://www.suparlan.com)  yaitu: (1) ketulusan hati atau kejujuran (honesty); (2) belas kasih (compassion); (3) kegagahberanian (courage); (4) kasih sayang (kindness); (5) kontrol diri (self-control) (6) kerja sama (cooperation) (7) kerja keras (deligence or hard work). Tujuh karater inti itulah, menurut Thomas Lickona, yang paling penting dan mendasar untuk dikembangan pada peserta didik selain sekian banyak unsur-unsur karakter yang lain. Jika dianalisis dari sudut kepentingan restorasi kehidupan bangsa kita menurut istilah Ir. Sutawi, M. P, maka ketujuh karakter tersebut memang benar-benar menjadi unsur-unsur yang sangat esensial. Katakanlah unsur ketulusan hati atau kejujuran, bangsa saat ini sangat memerlukan kehadiran warga negara yang memiliki tingkat kejujuran yang tinggi. Membudayanya ketidakjujuran merupakan salah satu tanda dari kesepuluh tanda-tanda kehancuran suatu bangsa menurut Lickona.
Lalu, bagaimana dengan karakter manusia Indonesia?  Mochtar Lubis, sebagaimna yang dikutip oleh Aswandi dalam artikel yang berjudul Membangun Bangsa Melalui Pendidikan karakter  menjelaskan karakter manusia Indonesia sebagai berikut. (1) hipokrit atau munafik; (2) enggan bertanggung jawab; (3) mental menerabas, ingin kaya tanpa berusaha, ingin pintar tanpa belajar; (4) feodalistik; (5) masih percaya tahyul; (6) artistik/bergaya; (7) berwatak lemah sehingga mudah dipengaruhi. Ketujuh karakter ini kemudian ditambahkan oleh Aswandi dengan (1) senang bernostalgia (membanggakan keberhasilan masalalu); (2) cepat marah; (3) tukang lego untuk ditukar dengan uang tunai.
Apa yang dijelaskan Mochtar Lubis tersebut dapat kita lihat dan rasakan dalam kehidupan kita sehari-hari. Maka pantas jika para pemikir bangsa ini resah dengan kemerosotan kepribadian anak-anak bangsa ini. Perhatikanlah anak bangsa ini, mulai dari rumah, ruang kelas, di jalan raya, bukankah setiap hari dengan tawuran pelajar dan mahasiswa. Semerosot itukah karakter bangsa ini? Bukankah karakter adalah segalanya?

C.      Pembelajaran Menulis sebagai Media Pembentukan Karakter Siswa
Untuk melihat bagaimana peran penting pembelajaran menulis sebagai media pembentukan karakter siswa, akan kita lihat dulu apa dan bagaimana karakter yang ingin di tumbuhkan atau dibentuk.
Dalam bukunya tentang Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences), Daniel Goleman mengingatkan kepada kita bahwa kecerdasan emosional dan sosial dalam kehidupan diperlukan 80%, sementara kecerdasan intelektual hanyalah 20% saja. Dalam hal inilah maka pendidikan karakter diperlukan untuk membangun kehidupan yang lebih beradab, bukan kehidupan yang justru dipenuhi dengan perilaku biadab. Maka terpikirlah oleh para cerdik pandai tentang apa yang dikenal dengan pendidikan karakter (character education). Apa itu Karakter dan Pendidikan Karakter?
Para pegiat pendidikan karakter mencoba melukiskan pilar-pilar penting dalam pendidikan karakter dalam gambar berikut.
                                                                             Sumber: www.google.com
Dari gambar tersebut jelas bahwa pendidikan karakter meliputi 9 (sembilan) pilar yang saling kait-mengait, yaitu:
1.      responsibility (tanggung jawab);
2.      respect (rasa hormat);
3.      fairness (keadilan);
4.      courage (keberanian);
5.      honesty (kejujuran);
6.      citizenship (kewarganegaraan);
7.      self-discipline (disiplin diri);
8.      caring (peduli), dan
9.      perseverance (ketekunan).
Dalam gambar tersebut, dijelaskan bahwa nilai-nilai dasar kemanusian yang harus dikembangkan melalui pendidikan bervariasi antara lima sampai sepuluh aspek. Di samping itu, pendidikan karakter memang harus mulai dibangun di rumah (home), dan dikembangkan di lembaga pendidikan sekolah (school), bahkan diterapkan secara nyata di dalam masyarakat (community) dan bahkan termasuk di dalamnya adalah dunia usaha dan dunia industri (bussiness).
Selanjutnya, suparlan dalam situsnya menjelaskan sepuluh karakter utama, yatu: Pertama, kebijaksanaan (wisdom); kedua, keadilan (justice) ketiga, ketabahan (fortitude);   keempat, pengendalian diri (self-control); kelima, kasih (love); keenam, sikap positif (positive attitude); ketujuh kerja keras (hard work); kedelapan integritas (integrity); kesembilan adalah syukur (gratitude); kesepuluh, kerendahan hati (humility).
Dari sembilan karakter yang seperti yang dijelaskan diatas dan sepuluh karakter utama yang dijelaskan oleh suparlan tersebut, maka seharusnya setiap guru berpikir dan merecanakan sautu proses pembelajaran yang mengarah pada pembentukan karakter tersebut. Menulis, merupakan sebuah proses kreatif yang dapat merangsang dan mengembangkan sikap-sikap (karakter) seperti yang diharapkan oleh bangsa ini. dengan berlatih menulis, siswa akan berlatih jujur terhadap apa yang ia pikirkan, kemudian ia tuliskan. Dengan berlatih menulis siswa akan berlatih bijak terhadap objek yang ia tulis. Dengan menulis siswa akan belajar bagaimna keadilan, bagaimana ketabahan, pengendalian diri, cinta, sikap positif, kerja keras, integritas syukur dan rendah hati.
Melalui pembelajaran menulis dengan sentuhan yang benar, siswa akan akan terbentuk pola pikirnya, setelah pola pikirnya terbentuk maka pola prilakunya juga akan terbentuk. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Zig Ziglar seperti yang dikutip Aswandi (2010:21), perhatikanlah pikiranmu karena ia akan menjadi kata-katamu. Perhatikanlah kata-katamu karena ia akan menjadi perilakumu. Perhatikanlah perilakumu karena ia akan menjadi kebiasaanmu. Perhatikanlah kebiasaan-kebiasanmu karena ia akan menjadi karaktermu. Perhatikanlah karaktermu karena akan menjadi takdirmu.
Maka jelaslah bahwa dengan pembelajaran menulis yang kreatif, enovatif, menantang dan membahagiakan siswa, maka karakter siswa akan terbentuk dan terbangun dengan sendirinya.
D.     Simpulan.
Pembentukan karakter siswa bukanlah suatu hal mudah. Melihat betapa kompleks dan bobroknya permasalahan kemerosotan karakter manusia Indonesia. Oleh karena itu, dibuuhkan upaya dari semua pihak untuk bersama-sama mencari solusi dari permasalahan tersebut.
Guru sebagai ujung tombak pembentukan kebudayaan, menduduki peran penting dalam penanaman nilai-nilai luhur dalam kehidupan siswa. Maka, didalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, seyogyanyalah berusaha menanamkan karakter pada siswanya. Salah satu media yang bisa digunakan untuk penanaman karakter tersebut adalah melalui pembelajaran menulis, karena menulis merupakan sebuah proses produktif kreatif yang dimana siswa bertindak jujur, bijaksana, bertanggung jawab dan seterusnya terhadap apa yang ia tulis. Dengan pembelajaran menulis disamping siswa belajar mengemukakan pikrannya melalui tulisan, ia juga belajar bagaimana objektif memandang satu permaslahan, jujur dalam menyikapi permasalahan itu, dan bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan oleh hasil kreativitasnya tersebut.
Daftar Pustaka
Aswandi. 2010. “Membangun Bangsa Melalui Pendidikan Berbasis Karakter” Jurna Pendidikan Karakter. Bandung: Asosiasi Sarjana dan Dosen Pendidikan Umum & Nilai Indonesia.
  
Aunurrahman.2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Brown, H. Douglas. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy. San Fransisco: San Fransisco State University.








Jay, Thimothy B. 2003. The Psychology of language. Peking: Peking University Press.

Richards, Jack C. dan Theodore S. Rodgers. 2006. Approachs and Methods in Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press.

Rusyana, Yus. 1988. Bahasa dan Sastra Dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV Diponegoro.

Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung.: Alfabeta

Soedarsono, Soemarno. 2010. Karakter Mengantar Bangsa dari Gelap Menuju Terang. Kompas Gramedia: Jakarta.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.





               




Tidak ada komentar:

Posting Komentar